Back to natural Selamat berkunjung di Blog ini !

Read More

Slide 1 Title Here

Slide 1 Description Here
Read More

Slide 2 Title Here

Slide 2 Description Here
Read More

Slide 3 Title Here

Slide 3 Description Here
Read More

Slide 4 Title Here

Slide 4 Description Here
Read More

Slide 5 Title Here

Slide 5 Description Here

Monday, May 30, 2011

Marini - Gundah Gulana

Read More

Marini - Gundah Gulana

Read More

Doel Sumbang - Aku

Read More

Doel Sumbang - Aku

Read More

Monday, May 23, 2011

Juwita-doel sumbang

Read More

Sunday, May 22, 2011

AJE GILE - Mogi Darusman...............PDhede Tjiptamas.wmv

Read More

KORUPTOR - MOGI DARUSMAN

Read More

RAYAP-RAYAP - MOGI DARUSMAN

Read More

Friday, May 20, 2011

Doel Sumbang - Aku Tidak Sinting

Read More

Tuesday, May 17, 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang  :
a. bahwa dalam rangka menguatkan pelaksanaan demokrasi dan sistem kepartaian yang efektif sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945, diperlukan penguatan kelembagaan serta peningkatan fungsi dan peran Partai Politik;
b. bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik perlu diubah sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk UndangUndang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2Tahun 2008 tentang Partai Politik;
Mengingat  :
1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008  Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK.

Pasal  I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2  Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara  Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) diubah sebagai berikut:
1.       Ketentuan
2.        Pasal 1 angka 7 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi  sebagai berikut:
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturan dasar Partai Politik.  
3.  Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD. 
4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  
5.  Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban Partai Politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.  
6.  Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia.
7. Kementerian adalah Kementerian yang membidangi  urusan hukum dan hak asasi manusia.
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (5) diubah, di  antara   ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (1a) dan ayat (1b) serta pada ayat (4) ditambahkan 4 (empat) huruf yakni huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf m, sehingga
Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1)  Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi.
(1a) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta notaris. (1b) Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap sebagai anggota Partai Politik lain.
(2)  Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.  
(3)  Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai
Politik tingkat pusat.
 (4)  AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
a. asas dan ciri Partai Politik;
b.  visi dan misi Partai Politik;
c.  nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d.  tujuan dan fungsi Partai Politik;
e.  organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f.  kepengurusan Partai Politik;
g. mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan jabatan politik;
h. sistem kaderisasi;
i. mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik;
j.  peraturan dan keputusan Partai Politik; 
k.  pendidikan politik; 
l.  keuangan Partai Politik; dan
m. mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai Politik.
(5)  Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. 


3. Ketentuan
Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1)  Partai Politik harus didaftarkan ke Kementerian untuk menjadi badan hukum.
(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik harus mempunyai:
a.  akta notaris pendirian Partai Politik;
b.  nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundangundangan;
c. kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan;
d. kantor tetap pada tingkatan pusat, provinsi, dankabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum; dan
e.  rekening atas nama Partai Politik. 
4. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1)  Kementerian menerima pendaftaran dan melakukanpenelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2).
(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluhlima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap. 
(3)  Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama        15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi.
(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

5. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1)  AD dan ART dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan Partai Politik.
(2)  Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik.
(3)  Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud padaayat (1) harus didaftarkan ke Kementerian paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut. 
(4)  Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan ART.  

6. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) diubah sehingga Pasal 16
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16 
(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannyadari Partai Politik apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis; 
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART. 
(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur di dalam AD dan ART.
 (3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikanadalah anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundangundangan.

7. Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 19 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3a), sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
 (3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(3a) Kepengurusan Partai Politik tingkat kecamatan  berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain, kedudukankepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.

8. Ketentuan Pasal 23 ayat (2) diubah sehingga Pasal 23
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23 
(1)  Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
 (2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik tingkat pusat didaftarkan ke Kementerian paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya kepengurusan yang baru. 
(3)  Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan.


9. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf c dan huruf d serta  ayat (2) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a), sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29  
(1)  Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi:
a.  anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c.  bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan
d.  bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.
(1a)  Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)         huruf b dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
(2)  Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.
(3) Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1a), dan ayat (2) dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD dan ART. 

10. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD danART.
(2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik. 
(3) Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan olehPimpinan Partai Politik kepada Kementerian.  
(4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari.
(5) Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.



11. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) diubah sehingga Pasal 33
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33 
(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. 
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memorikasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.

12. Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 34 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b) serta ayat (4) diubah, sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
(1)  Keuangan Partai Politik bersumber dari:
a.  iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2)  Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(3)  Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada Partai Politikyang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.
(3a) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.
(3b) Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada  ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan:
a.  pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.  pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan
c. pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan.
(4) Bantuan keuangan dan laporan penggunaan bantuankeuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dan (3a) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

13. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A
(1) Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2)  Audit laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(3) Hasil audit atas laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud  pada ayat (2) disampaikan kepada Partai Politik paling lambat 1 (satu) bulan setelah diaudit.

14. Ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf c diubah sehingga            Pasal 35 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang diterima Partai Politik berasal
dari:
a.  perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART;
b.  perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan
c.  perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran. 
(2)  Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian Partai Politik. 

15. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39 
(1)  Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan  secara transparan dan akuntabel.
(2)  Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik.
(3)  Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi:
a.  laporan realisasi anggaran Partai Politik;
b.  laporan neraca; dan
c.  laporan arus kas.

16. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh Kementerian.

17. Ketentuan Pasal 47 ayat (1) diubah sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47 
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum oleh Kementerian.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf i dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan Umum.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.

18. Ketentuan Pasal 51 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah, ayat (3) dihapus, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan            3 (tiga) ayat yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51 
(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun2008 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban melakukan penyesuaian menurut Undang-Undang ini dengan mengikuti verifikasi. 
 (1a) Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Partai Politik yang dibentuk setelah Undang-Undang ini diundangkan, selesai paling lambat 2 ½ (dua setengah) tahun sebelum hari pemungutan suara pemilihan umum.
(1b) Dalam hal Partai Politik sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) tidak memenuhi syarat verifikasi, keberadaan Partai Politik tersebut tetap diakui sampai dilantiknya anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota hasil Pemilihan Umum tahun 2014.
(1c)  Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1b) tetap diakui keberadaannya sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan  DPRD kabupaten/kota sampai akhir periode keanggotaannya. 
(2) Perubahan AD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayat (4) huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf m wajib dipenuhi pada kesempatan pertama diselenggarakan forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Dihapus.
(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus sebelum Undang-Undang ini diundangkan, penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadilan sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum diproses, perkara dimaksud diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang ini.




Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
                                                                                       Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 15 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
                                Ttd.
PATRIALIS AKBAR
 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 8
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu SetiawanPENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
I.  UMUM
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan Partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia. Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem presidensiil yang efektif. Penataan dan penyempurnaan Partai Politik diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, membentuk sikap dan perilaku Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap negara maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil, paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama, mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat masyarakat.
Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan penyempurnaan Partai Politik di Indonesia adalah persyaratan pembentukan Partai Politik, persyaratan kepengurusan Partai Politik, perubahan AD dan ART, rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan Partai Politik dan kemandirian Partai Politik.
II. PASAL DEMI PASAL 
Pasal I
 Angka 1
  Pasal 1
  Cukup jelas.
 Angka 2
  Pasal 2
  Cukup jelas.
 Angka 3
  Pasal 3 
  Ayat (1)
  Cukup jelas.
  Ayat (2)
  Huruf a
  Cukup jelas.
  Huruf b
Yang dimaksud dengan ”mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain” adalah memiliki kemiripan yang menonjol dan menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan maupun kombinasi antara unsur-unsur yang terdapat dalam nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.


  Huruf c
Kota/kabupaten administratif di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta kedudukannya setara dengan kota/kabupaten di provinsi lain.
  Huruf d
Yang dimaksud dengan “kantor tetap” adalah kantor yang layak, milik sendiri, sewa, pinjam pakai, serta mempunyai alamat tetap.
  Huruf e
   Cukup jelas.
 Angka 4
  Pasal 4
  Ayat (1) 
Penelitian dan/atau verifikasi Partai Politik dilakukan secara administratif dan periodik oleh Kementerian bekerja sama dengan instansi terkait.
  Ayat (2)
  Cukup jelas.
  Ayat (3)
  Cukup jelas.
  Ayat (4)
  Cukup jelas.
Angka 5
  Pasal 5 
  Cukup jelas.
 Angka 6
  Pasal 16 
  Cukup jelas.
 Angka 7
  Pasal 19 
  Cukup jelas.
 Angka 8
  Pasal 23
  Cukup jelas.
 Angka 9
  Pasal 29
  Cukup jelas.
 Angka 10
  Pasal 32
  Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik” meliputi antara lain: (1) perselisihan yang berkenaan dengankepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota  Partai Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4)penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggungjawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap keputusanPartai Politik.
  Ayat (2)
Cukup jelas.
  Ayat (3)
Cukup jelas.
  Ayat (4)
Cukup jelas.
  Ayat (5)
   Cukup jelas.
 Angka 11
  Pasal 33
  Cukup jelas.
 Angka 12
  Pasal 34
  Cukup jelas.
 Angka 13
  Pasal 34A
  Cukup jelas.
 Angka 14
  Pasal 35
  Cukup jelas.
 Angka 15
  Pasal 39
  Ayat (1)
  Cukup jelas.
  Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “akuntan publik” adalah akuntan yang terdaftar dalam organisasi profesi Ikatan Akuntan Indonesia. Yang dimaksud dengan “diumumkan secara periodik” adalah dipublikasikan setiap setahun sekali melalui media massa.
Ayat (3)
 Cukup jelas.
 
Angka 16
  Pasal 45
  Cukup jelas.
 Angka 17
  Pasal 47
  Cukup jelas.
 Angka 18
  Pasal 51
  Cukup jelas.
Pasal II
 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5189
Read More

Friday, May 13, 2011

Kode Etik Guru Indonesia


Kode Etik Guru Indonesia

Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa
BAGIAN SATU
Pengertian, Tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pasal 2
(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
BAGIAN DUA
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.
BAGIAN TIGA
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari:
(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila.
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
Pasal 6
(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid :
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h. Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p. Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
(5) Hubungan Guru dengan Profesi :
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
g. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
(6) Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya :
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah:
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e. Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
BAGIAN EMPAT
Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Sanksi
Pasal 7
(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.
Pasal 8
(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakana Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru.
(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.
Pasal 9
(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhdap Kode Etik Guru Indonesia menjadi wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
(6) Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
(1) Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.
—————————–oOo——————————-
Read More

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Abaut

http://wwwroges-ade.blogspot.com, between the and tags
  • About
  • http://wwwroges-ade.blogspot.com, between the and tags

    Popular Posts

    Blog Archive

    BTemplates.com

    Blogroll

    script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js">

    About

    script async src="//pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js">

    Copyright © Roghes Family | Powered by Blogger
    Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com